Oleh: Muti Arintawati, Wakil Direktur Lembaga Pengkajian
Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI)
Kopi, mungkin siapa yang tidak mengenal minuman yang satu ini. Minuman yang merupakan seduhan dari biji kopi yang telah diproses dari mulai disangrai hingga dihaluskan menjadi bubuk. Terdapat dua varietas kopi yang dikenal masyarakat secara umum, yaitu Robusta dan Arabika.
Secara etimologi, kopi berasal dari bahasa arab: qahwah yang berarti kekuatan, karena pada awalnya digunakan sebagai makanan berenergi tinggi. Dari kata ini terus mengalami perubahan makna, hingga berubah menjadi koffie dalam bahasa Belanda. Kata inilah yang kemudian diserap dalam bahasa Indonesia.
Sebagai sebuah minuman yang populer di kalangan masyarakat, kopi mempunyai banyak varian dan rasa. Bahkan, para barista (peracik kopi) terus melakukan inovasi untuk menciptakan cita rasa terbaik yang telah dimilikinya. Berbagai inovasi inilah yang membuat status kopi menjadi diragukan. Padahal, biji kopi sendiri berasal dari tumbuhan yang halal, namun karena ada pengolahan yang dilakukan terhadapnya menjadi kopi bisa diragukan kehalalannya. Oleh karenanya timbul pertanyaan, dimana dan apa saja yang menjadi titik kritis kehalalan kopi?
Kopi itu sendiri, setidaknya ada tiga jenis kopi saat ini: kopi murni, kopi sachet dan kopi di kafe-kafe.
Pertama, kopi murni. Kopi ini secara bahan tentu 100% kopi yang berasal dari biji kopi yang disangrai hingga dihaluskan tanpa ada tambahan bahan apapun. Dan tentunya ini membuat harganya menjadi mahal. Status kehalalan pada kopi ini terletak pada proses sangrainya yang dicampur bahan lain, contohnya lemak mentega.
Titik kritis mentega adalah sumber hewan itu sendiri. Mentega harus berasal dari hewan yang halal dan proses penyembelihan yang sesuai syariat Islam. Jika digunakan komponen lemak hewani (kebanyakan adalah lemak sapi) maka harus dilengkapi dengan sertifikat halal yang valid.
Selain bahan, penggunaan fasilitas pada proses sangrai itu sendiri harus diperhatikan. Fasilitas harus terbebas dari kontaminasi bahan tidak halal dan najis. Dan apakah fasilitas tersebut dipakai bersamaan atau bergantian dengan produk lain yang tidak halal.
Kedua, kopi bubuk. Salah satunya kopi dalam bentuk sachet. Kopi sudah dicampur bahan utama lainnya, seperti gula, susu maupun krimer. Selain itu juga, kopi siap seduh ini melibatkan bahan pendukung seperti emulsifier dan perisa (flavor) yang perlu diperhatikan kehalalannya.
Gula
Gula pasir dibuat dari tebu maupun beet. Oleh karena berasal dari tanaman, sudah barang tentu bahan baku utama gula pasir tersebut halal. Proses pembuatan gula pasir terdiri dari beberapa tahapan, mulai dari proses ekstraksi, penjernihan, evaporasi, kristalisasi, hingga pengeringan. Dalam tahapan-tahapan proses ini peluang penggunaan bahan penolong seperti enzim dan arang aktif yang sumbernya bisa berasal dari bahan yang haram dapat mencemari gula pasir.
Susu
Satu hal yang harus dicermati, susu yang beredar di pasaran saat ini kebanyakan adalah dalam bentuk olahan. Artinya susu tersebut sudah mengalami proses pengolahan yang melibatkan bahan tambahan dan bahan penolong proses.
Krimer
Basis krimer berasal dari tumbuhan, misal minyak jagung atau turunannya maupun kelapa dan turunannya. Kedua bahan tersebut merupakan bahan tumbuhan yang jelas kehalalannya jika merupakan ekstrak murni tanpa ada penambahan bahan lain.
Emulsifier
Sumber bahan emulsifier dapat berasal dari bahan hewani dan bahan nabati. Apabila berasal dari bahan hewani, maka sudah tentu harus dipastikan berasal dari hewan yang halal. Contoh emulsifier yang berasal dari bahan nabati yaitu lesitin nabati, menjadi kritis apabila terdapat bahan tambahan semisal enzim phospholipase. Harus diperhatikan sumber enzim dan media produksi, jika enzim tersebut berasal dari microbial.
Perisa
(flavor)
Flavor dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu flavor sintetis dan flavor alami. Flavor yang menggunakan aroma tertentu yang dimirip-miripkan dengan barang haram (babi dan minuman keras) tidak diijinkan.
Bahan penyusun flavor bisa diperoleh dari senyawa sintetik kimia, tumbuhan maupun hewan. Apabila diekstrak dari hewan atau berbahan dasar asam amino hewan, maka harus dipastikan bahwa flavor ini berasal dari hewan halal yang disembelih secara syar’i.
Ketiga, kopi yang ditawarkan di kafe-kafe. Secara bahan, kopi yang ada di kafe semakin banyak, sehingga titik kritisnya pun menjadi kompleks. Untuk jenis kopi espresso, kopi gelap, titik kritisnya lebih sedikit. Selain itu ada kopi latte, cappucino yang lebih rumit dari espresso karena memakai bahan lain semisal susu dan yang lainnya. Bahan tambahan ini yang perlu diperhatikan kehalalannya.
Untuk
kafe, masih sedikit yang telah bersertifikat halal MUI, oleh karenanya
masyarakat dihimbau untuk selalu kritis dalam memperhatikan bahan-bahan yang
dipakai pada kopi di kafe tersebut
0 Komentar