Sirup, siapa yang tidak tahu minuman ini. Minuman nan praktis ini hampir setiap hari terlihat ditayangan media baik cetak maupun elektronik. Di pasar tradisional, supermarket, dan minimarket pun berlomba untuk memajang dan memberikan promo terkait produk sirup ini. Beragam merek dan varian rasa sirup menjadikan produk ini tidak hanya enak untuk diminum langsung dengan air, namun juga menjadi campuran hidangan lain seperti es buah, es campur, puddingmilkshakeice blendsmoothiecocktail, dan produk lainnya.

 

Layaknya produk olahan, sirup juga memiliki titik kritis kehalalan yang mesti diketahui oleh kita sebagai konsumen. Berdasarkan wawancara dengan Wakil Direktur LPPOM MUI, Ir. Muti Arintawati mengatakan bahwa banyak bahan yang terkandung dalam sirup selain air sebagai bahan terbesar. Bahan tersebut biasanya adalah gula, konsentrat buah, pewarna, flavor, pengatur keasaman, pengawet, stabiliser, dan pemanis buatan.

 

Dari bahan bahan tersebut harus diwaspadai kehalalannya, sebab bisa saja bahan tersebut berasal dari produk yang tidak jelas kehalalannya. Bahan-bahan yang harus diwaspadai antara lain gula, konsentrat buah, flavor, serta pengatur keasaman, dan pemanis buatan.

 

Salah satu bahan yakni gula misalnya, walaupun berasal dari nabati, status kehalalannya bisa menjadi syubhat. Sumber bahan baku gula adalah tebu atau bit. Namun di dalam proses pengolahannya hasil ekstrak tebu atau bit yang halal tersebut bersinggungan dengan bahan tambahan lain yang mungkin tidak halal, seperti dalam proses pemutihan. Dalam dunia industri, gula jenis ini disebut gula rafinasi. Titik kritis keharaman dari gula rafinasi terletak pada proses refinery, yakni tahap proses yang menggunakan bahan tertentu dalam memutihkan gula tersebut. Proses pemutihan tersebut kadang menggunakan arang aktif.

 

Jika dilihat dari aspek bahan, arang aktif bisa berasal dari tempurung kelapa, serbuk gergaji, batu bara, atau tulang hewan. Jika menggunakan bahan-bahan nabati, maka tentu tak perlu diragukan kehalalannya. Namun jika arang aktif tersebut berasal dari tulang babi, jelas gula tersebut menjadi haram. Sedangkan jika arang aktifnya berasal dari sapi, maka harus dipastikan bahwa sapi tersebut disembelih secara syariah.

 

Bahan lain di dalam sirup yang harus dikritisi adalah adanya konsentrat. Konsentrat buah merupakan bahan tambahan untuk menambah rasa sirup sehingga mirip atau sama dengan buah tertentu, misalnya jeruk, jambu, mangga, anggur atau lainnya. Sepintas, konsentrat buah ini memang tidak akan bermasalah bila dilihat status kehalalannya. Tetapi walaupun berasal dari buah, konsentrat pun bisa jadi menggunakan bahan penolong yang tidak jelas status kehalalannya. Misalnya untuk membuat bahan tersebut tidak keruh maka diperlukan bahan penolong seperti enzim atau gelatin. Kalau berbicara enzim, maka yang harus dipastikan adalah sumber enzimnya, apakah berasal dari tumbuhan, hewani, atau mikrobial.

 

Jika enzim tersebut diperoleh dari enzim secara mikrobial, maka harus dipastikan menggunakan media yang bebas dari bahan haram dan najis. Jika penjernih sirupnya menggunakan gelatin, maka harus dipastikan bahwa gelatin tersebut berasal dari sumber yang halal. Karena didalam dunia industri, bahan baku gelatin berasal dari tulang dan kulit hewan. Masalahnya, gelatin yang digunakan di Indonesia kebanyakan berasal dari luar negeri.

 

Rasa dan varian sirup juga berasal dari perisa (flavor). Tanpa zat-zat tersebut, sulit produsen sirup untuk memproduksi sirup jika perasa buahnya berasal dari buah-buahan segar. Sebab, buah-buahan segar tidak selalu ada karena sifatnya yang musiman. Sehingga digunakanlah perisa atau flavor tadi. Flavor tersebut dibuat secara industri dan kadang-kadang unsur buahnya tidak terdapat di dalamnya dan hanya menggunakan bahan yang berasal dari sintesis bahan-bahan kimia tertentu, yang harus dikritisi pula status kehalalannya.

 

Muti menegaskan bahwa bahan lain yang terdapat dalam sirup adalah pengatur keasaman, atau asam sitrat. Asam sitrat merupakan produk mikrobial, sehingga diproses secara mikrobial pula. Produsen bahan ini harus menggunakan media pertumbuhan mikroba yang bebas dari bahan haram dan najis.

 

Pemanis buatan buatan juga menjadi salah satu bahan yang menjadi perhatian. Pemanis buatan yang bisa bermasalah adalah aspartam. Pemanis buatan ini terdiri dari dua asam amino yakni fenilalanin dan asam aspartat. Karena biasanya dua asam amino ini juga diolah secara mikrobial, maka tentu harus memenuhi persyaratan halal produk mikrobial.

 

Tidak sulit untuk menentukan mana sirup yang baik dan halal untuk kita konsumsi. Cara paling mudah adalah dengan melihat logo halal MUI pada label atau kemasan sirup. Jika kurang yakin bisa juga di cek kehalalan sirup tersebut melalui website www.halalmui.org, majalah Jurnal Halal, HalalMUI Apps di Android.

Jangan lupa untuk memperhatikan kondisi kemasan yang tidak rusak, bocor dan sirup yang keruh. Masa berlaku atau expired date juga mesti diperhatikan agar sirup yang akan kita konsumsi selain halal namun juga aman (thayib) untuk dikonsumsi.