Saat ini ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
menentukan awal bulan sudah berkembang hampir diseluruh belahan bumi. Ilmu ini
bukanlah ilmu yang hanya diketahui oleh segilintir orang saja. Hingga kini ada
dua metode besar yang sering dipakai dalam penentuan awal Ramadhan:
Wujud Al-Hilal
(Keberadaan Bulan)
Ini adalah salah satu metode hisab yang digunakan oleh sebagian
ormas di negara kita Indonesia, khususnya Muhammadiyah. Sederhanyan, kriteria
metode Wujud Al-Hilal ini harus memenuhi tiga perkara:
1- Telah terjadi ijtimak (konjungsi),
2- Ijtimak (konjungsi) itu terjadi sebelum matahari terbenam, dan
3- Pada saat terbenamnya matahari piringan atas bulan berada di
atas ufuk (bulan baru telah wujud).
Jika dalam hitungan ilmu hisab ketiga ini sudah terpenuhi, maka
bisa dipastikan bahwa pada malam tersebut sudah masuk bulan baru, dan esoknya
kita sudah berpuasa, walau tanpa memperhatikan ketinggian bulan, asalkan
posisinya sudah berada di atas ufuk.
Sebagian menilai bahwa metode ini adalah isyarat dari firman Allah
SWT berikut:
لَا الشَّمْسُ
يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ
وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ
Tidaklah
mungkin matahari mengejar bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang, dan
masing-masing beredar pada garis edarnya. (QS 36:40).
Namun menurut T. Djamaluddin Profesor Riset Astronomi Astrofisika,
logikanya, tidak mungkin matahari mengejar bulan. Tetapi dalam metode ini
berpendapat ada saatnya matahari mendahului bulan, yaitu matahari terbenam
terlebih dahulu daripada bulan, sehingga bulan telah wujud (ada) ketika malam
mendahului siang (saat maghrib). Saat mulai wujud itulah yang dianggap awal
bulan. Tetapi itu kontradiktif. Tidak mungkin mengejar, tetapi kok bisa
mendahului. Logika seperti itu terkesan mengada-ada.
Ayat tersebut secara astronomi tidak terkait dengan wujudul hilal
(keberadaan bulan), karena pada akhir ayat ditegaskan “masing-masing beredar pada garis edarnya”. Ayat
tersebut menjelaskan kondisi fisik sistem bumi, bulan, dan matahari. Walau matahari
dan bulan tampak sama-sama di langit, sesungguhnya orbitnya berbeda. Bulan
mengorbit bumi, sedangkan Matahari mengorbit pusat galaksi. Orbit yang berbeda
itu yang menjelaskan “tidak mungkin
matahari mengejar bulan” sampai kapan pun.
Malam dan siang pun silih berganti secara teratur, tidak mungkin
tiba-tiba malam karena malam mendahului siang. Itu disebabkan karena
keteraturan bumi berotasi sambil mengorbit matahari. Bumi juga berbeda garis
edarnya dengan matahari dan bulan. Semuanya beredar (yasbahun)
di ruang alam semesta, tidak ada yang diam.
Imkan Ar-Rukyah
(Visibilatas Hilal)
Tanda awal bulan itu adalah munculnya manzilah (pase)
pertama bulan berupa hilal (bulan sabit), tanda ini bisa dilihat dengan mata
(rukyat) dan bisa juga dihitung (hisab) berdasarkan rumusan keteraturan
fase-fase bulan dan data-data rukyat sebelumnya tentang kemungkinan hilal bisa
dirukyat. Data kemungkinan hilal bisa dirukyat itu yang dikenal sebagai
kriteria Imkan Ar-Rukyah atau Visibilitas Hilal.
Sepertinya metode ini menggabungkan antara rukyat sebagai cara
klasik yang direkomendasikan oleh Rasulullah SAW dalam banyak sabdanya, dengan
metode modern melalui ilmu astronomi yang dimotori oleh seoarang tabiin
Mutharrif bin Abdillah, sebagai pengembangan dari beberapa sabda Rasulullah SAW
terkait wasilah atau metode mengaetahui bulan.
Kritik terhadap metode ini adalah tidak jelas parameternya, bahwa
ukuran 2 derajat, 3, 5, atau 9 adalah ukuran yang tidak mempunya standar pasti,
ia bisa berubah. Kaidahnya adalah bagaimana mungkin kita menyandarkan kepada
sesuatu yang tidak jelas.
Namun dari metode ini setidaknya bisa digunakan dalam hal
meniadakan bulan walaupun penetapannya tetap memakai rukyat. Maksudnya adalah
jika dalam hitungan bulan baru tidak bisa dilihat karena rendahnya posisi
bulan, maka setidaknya dari sini hakim bisa dan boleh menolak seluruh kesaksian
yang menyatakan sudah melihat bulan.
Di Indonesia kenyataan ini sering terjadi, bahwa mereka yang berada
di kawasan Cakung dalam kesaksiannya bulan sudah terlihat, walaupun dalam
hitungan pengetahuan bulan mustahil terlihat. Kesaksian inilah yang boleh
ditolak oleh seorang hakim.
Imam As-Subki pernah memberikan pernyataannya dalam kitabnya Fatawa
As-Subki, jilid 1, hal. 219:
فقد ذكر السبكي في فتاواه أن الحساب إذا نفى إمكان الرؤية
البصرية، فالواجب على القاضي أن يرد شهادة الشهود، قال: (لأن الحساب قطعي والشهادة
والخبر ظنيان، والظني لا يعارض القطعي، فضلاً عن أن يقدم عليه)
“Jika dalam
perhitungan menyatakan mustahil bulan bisa dilihat, maka wajib bagi seorang
hakim untuk menolak seluruh kesaksian tentang itu, karena hasil dari
perhitungan itu sifatnya qath’iy (pasti) sedangkan hasil dari kesaksian itu
adalah zhonniy (relatif), dan sesuatu yang zhonni (relatif) tidak bisa
mengalahkan yang qath’iy (pasti) apalagi jika mengutamakan yang reralif
ketimbang yang pasti”
Hal yang
Disepakati
Namun ada beberapa hal kiranya perlu disepaki bersama dalam kaitan
penentuan awal Ramadhan, syawal dan Haji ini;
Pertama: Bahwa
penetapan awal bulan ini sangat flexibel, ini terbukti bahwa baik metode rukyat
maupun hisab keduanya sama-sama menerima perbedaan. Dalam metode rukyat
khilafnya adalah pada jumlah kesaksian yang harus diterima; satu orang, dua,
atau harus banyak. Sedangkan dalam hisab, khsusunya di Indonesia memungkinkan
untuk digunakan dua metode; Wujud Al-Hilal atau Imkan Ar-Rukyah dengan
kelebihan dan kekurangannya msing-masing.
Kedua: Kesalahan
dalam hal ini, insya Allah bagian dari kesalahan yang dimaafkan, jika memang
kedua metode ini dijalankan dengan baik oleh ahlinya. Jika digunakan dengan semua gue dan bukan oleh ahlinya, maka bisa
dipastikan bahwa mereka berdosa disisi Allah SWT.
Ketiga: Bahwa
upaya untuk menyatukan ummat Islam dalam puasa dan lebaran adalah dua hal yang
harus terus diperjuangkan, dan tidak boleh ada kata putus asa disini, karenanya
jika memang ummat Islam diseluruh dunia ini tidak mungkin disatukan dengan
kenyataan ikhtilaf al-mathali’, setidaknya
disatu negara ini kita bersatu.
Solusinya:
Menunggu Hasil Sidang Itsbat?
Selama ini solusi yang ditawarkan di negri ini adalah jargon “mari
saling menghormati”, namun jargon ini sampai kapanpun sepertinya tidak mungkin
bisa membuat penduduk negri ini bersatu dalam awal puasa dan lebaran.
Untuk itu solusi berikut ini kiranya bisa ditawarkan, agar perbedaan
di negri ini bisa disatukan, yaitu dengan mengikuti keputusan pemerintah. Ini
kaidah yang selama ini sudah disepakti oleh para ulama bahwa keputusan hakim
bisa menghilangkan perbedaan yang ada.
Dan pada akhirnya Rasulullah SAW juga memberikan wejangannya kepada
kita semua:
صومكم يوم تصومون، وفطركم يوم تفطرون
“Berpuasalah
kalian dihari dimana kalian semua berpuasa, dan berbukalah (berlebaran) dihari
dimana semua kalian berlebaran” (HR. Tirmidzi)
Mari bersama menunggu keputusan sidang itsbat, sambil menyiapkan
segala sesuatunya untuk menyambut puasa Ramadhan. Semoga Allah SWT memberikan
taufiq-Nya kepada kita semua. Semoga Ramadhan tahun ini lebih baik dari pada
Ramadhan tahun-tahun sebelumnya. Amin.
0 Komentar