Teknologi pengemasan berkembang dengan pesat sejalan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban manusia. Revolusi industri
yang telah mengubah tatanan hidup manusia ke arah kehidupan yang lebih modern,
telah pula mengubah teknologi kemasan hingga mencakup aspek perlindungan pangan
seperti mutu nutrisi, cita rasa, kontaminasi dan penyebab kerusakan pangan.
Teknologi juga mempengaruhi aspek pemasaran yaitu mempertahankan mutu, memperbaiki tampilan, identifikasi produk, informasi komposisi dan promosi. Saat ini meskipun kemasan alami masih juga digunakan, telah banyak berkembang kemasan yang termasuk dalam kelompok kemasan sintetik dan kemasan modern.
Berbagai jenis material kemasan sintetik untuk bahan pangan yang beredar di masyarakat, misalnya kertas, kaca, kaleng dan plastik mempunyai keunggulan dan kelemahan tertentu, sehingga penggunaannya juga didasarkan pada kecocokan dengan sifat bahan pangan yang dikemas. Kemasan modern yang telah digunakan untuk mengemas bahan pangan antara lain kemasan aseptik, kemasan dengan variasi atmosfer di dalamnya atau kemasan yang diaplikasikan dengan penyimpanan suhu rendah, baik sebagai pengemas primer (langsung kontak dengan bahan yang dikemas), sekunder, tersier maupun seterusnya.
Di antara bahan kemasan tersebut, plastik merupakan bahan kemasan yang paling populer dan sangat luas penggunaannya. Secara ilmiah, definisi plastik adalah senyawa makromolekul organik (polimer) yang diperoleh dari polimerisasi, polikondensasi, poliadisi atau proses polimerisasi molekul-molekul yang berat molekulnya lebih rendah (monomer) atau perubahan kimia senyawa makromolekul alami. Plastik tahan untuk proses pembekuan (-40oC), penyimpanan (-20oC), suhu sterilisasi (121oC), suhu microwave (100oC), pancaran panas (200oC).
Bahan kemasan plastik ini memiliki berbagai keunggulan yakni, fleksibel (dapat mengikuti bentuk produk), transparan (tembus pandang), tidak mudah pecah, bentuk laminasi (dapat dikombinasikan dengan bahan kemasan lain), tidak korosif dan harganya relatif murah. Selanjutnya, disamping memiliki berbagai kelebihan yang tidak dimiliki oleh bahan kemasan lainnya, plastik juga mempunyai kelemahan yakni, tidak tahan panas, dapat mencemari produk (migrasi komponen monomer), sehingga mengandung resiko keamanan dan kesehatan konsumen. Plastik termasuk bahan yang tidak dapat dihancurkan dengan cepat dan alami atau biasa disebut bahan nonbiodegradable.
Terkait dengan yang namanya plastik sebagai bahan kemas, maka plastik yang biasa digunakan untuk bahan kemasan berbasis minyak bumi. Berbagai bahan dasar plastik yang berasal dari minyak bumi seperti polietilena tereftalat (PET), polietilen berdensitas tinggi (HDPE), polivinil klorida (PVC), polyethylene berdensitas rendah (LDPE), polypropylene (PP), dan polystyrene (PS) merupakan komponen plastik kemasan makanan. Sejak tahun 1988, industri plastik mulai menerapkan penggunaan identifikasi resin coding untuk setiap jenis plastik agar bisa membantu dalam menginformasikan konsumen jenis plastik yang dapat didaur ulang (termoplastik) dan yang tidak dapat didaur ulang (thermoset).
Titik Kritis Halal dan Thoyyib dalam Pembuatan Plastik
Kehalalan dan kethoyyiban dari plastik terletak pada bahan tambahan yang digunakan dalam pembentukan plastik. Bahan pengisi seperti tepung silica, pasir, karbon hitam, batu gamping, talk dan polimer sintetik digunakan untuk memperbaiki sifat mekanik plastik.
Bahan tambahan lainnya yaitu pemlastis digunakan untuk memperkuat fleksibilitas, kekuatan dan ketangguhan plastik sekaligus mengurangi kekerasan dan kekakuan. Bahan tambahan ini biasanya cairan polimer yang memiliki berat molekul rendah. Pemlastis biasanya digunakan pada polimer yang rapuh dan mudah retak sehingga plastik ini dapat digunakan sebagai pembungkus. Bahan pemlastis yang umum digunakan adalah jenis turunan phthalate seperti Bis (2-ethylhexyl) phthalate (DEHP) dan Bis (nbutyl) Phthalate (DBP). Keduanya digunakan sebagai bahan pemlastis dalam pembuatan plastik sebagai pembungkus. Phthalate merupakan bahan kimia yang mengandung diester asam 1,2-benzilticarboxylic (asam phthalate).
Dalam fungsinya sebagai pemlastis, phthalate dalam plastik tidak terikat kuat secara kimia dengan polimer inang, maka zat tersebut dapat menguap ke lingkungan. Oleh karena itu, phthalate tidak hanya bersifat karsinogenik, juga dapat menyebabkan gangguan pada inhalasi, sehingga tidak thoyyib.
Penggunaan bahan tersebut sudah mulai dikurangi dan sebagai penggantinya adalah bahan alami yang mampu membentuk gel sehingga dapat digunakan sebagai pemlastis. Bahan dasar alami pemlastis yang dimaksud tentunya mempunyai sifat biodegradable artinya mudah dihancurkan oleh bakteri di alam. Penggunaan pemlastis alami bersifat biodegradable, dengan toksisitas rendah dan kompatibilitas yang baik dengan beberapa plastik, resin, karet dan elastomer dalam penggantian pemlastis konvensional, seperti phthalate dan turunannya.
Hal ini akan menarik pasar seiring dengan meningkatnya kecenderungan penggunaan plastik di seluruh dunia. Pemlastis alami yang dikembangkan adalah gliserol, sorbitol dan terkadang juga gelatin. Selain itu bahan pemlastis yang penting dan sangat ramah lingkungan dapat digunakan yaitu turunan dari asam sitrat seperti tributyl citrate, acetyl tributyl citrate, triethyl citrate, acetyl triethyl citrate, and tri (2-ethylhexyl) citrate. Jenis pemlastis lainnya yaitu dari turunan poli-ol seperti glycerol, ethylene glycol (EG), propylene glycol (PG), diethylene glycol (DEG), triethylene glycol (TEG), tetraethylene glycol dan polyethylene glycol (PEG).
Selanjutnya terkait dengan kehalalan plastik, biasanya pada formulasi polipaduan polipropilena, garam metal-asam lemak selain berfungsi untuk menetralisir katalis yang terkandung dalam komposisi resin polipropilena juga berfungsi sebagai dispersan filler yang dicampur dalam komposisi resin polipropilena. Garam yang digunakan dalam polipaduan ini adalah kalsium stearate (E470). Selama proses pencampuran, kalsium stearat akan mengelilingi partikel talk sehingga membentuk agregat yang akan membuat partikel talk terdispersi dengan baik dan tidak membentuk gumpalan.
Pada saat proses melting polimer, talk dan kalsium stearat tetap berbentuk padat. Karena bentuknya ini, maka gugus stearat tidak akan masuk ke dalam partikel talk tetapi tetap berada di permukaan. Gugus stearat yang berada di permukaan ini juga dapat menjadi compatibiliser antara matriks polimer, yaitu polipropilena, dengan partikel talk.
Pada dekade terakhir ini, penggunaan plastik berbasis minyak bumi sudah mulai dikurangi sehingga produsen plastik sudah mulai melihat peluang untuk membuat plastik yang bersifat biodegradable. Bahan alami yang mampu dijadikan bahan dasar plastic adalah tepung pati, gelatin yang merupakan titik kritis dalam kehalalan (berupa gelatin sapi, babi dan ikan) dan juga yang berasal dari bakteri poliasam laktat (PLA).
Plastik bersifat alami dan biodegradable berbasis gelatin adalah bahan biodegradable tipis, fleksibel dan transparan berdasarkan biopolimer, untuk digunakan dalam kemasan makanan, penglepasan obat dan aplikasi lainnya terutama dalam bidang farmasi. Dalam pembentukan gelatin plastik yang kuat maka dibutuhkan pemlastis untuk mengubah beberapa sifat fungsional dan fisik, seperti meningkatkan fleksibilitas, sensitivitas kelembaban, dan juga sifat fungsional lainnya. Beberapa bahan pemlastis yang digunakan adalah sorbitol, gliserol, glutarahdehida dan lempung berpartikel nano. Penambahan pemlastis dapat meningkatkan sifat termal dan mekanik serta ketahanan kelembaban dan sifat penghalang uap air.
Plastik dari gelatin sapi yang ditambahkan dengan d-sorbitol (30% berat) sebagai pemlastis dan diikatsilangkan (cross-linked) dengan jumlah glutaraldehida rendah (GTA, dari 0 sampai 2% berat) menghasilkan plastik yang lebih berkualitas. Disamping itu, produsen plastik juga biasanya akan menambahkan zat anti bakteri untuk beberapa kemasan tertentu. Zat anti bakteri yang ditambahkan adalah perak nitrat dalam ukuran nano sehingga plastik yang terbentuk dinamakan bahan kemasan aktif (active packaging material).
Sekarang telah terjadi perubahan permintaan konsumen dan pasar akan produk pangan, dimana konsumen menuntut produk pangan yang bermutu tinggi, dapat disiapkan di rumah, segar, lebih dapat dipercaya, lebih baik dibandingkan dengan pengalengan, lebih konsisten, mutu seragam, dan biaya murah. Hal ini menyebabkan kemasan plastik merupakan pilihan yang paling tepat, karena dapat memenuhi semua tuntutan konsumen.
Jenis-jenis film plastik yang ada di pasaran sangat beragam, sehingga perlu pengetahuan yang baik untuk dapat menentukan jenis kemasan plastik yang tepat untuk pengemasan produk pangan. Dalam memilih jenis kemasan yang tepat, selain pertimbangan dapat mencegah kerusakan bahan pangan yang dikemas juga ada tantangan untuk memfabrikasi plastik sesuai dengan kehalalan dan kethoyyiban. Untuk kemudahan pemilihan plastik yang halal dan berkualitas maka di pasaran sudah banyak produk plastik yang bersertifikat halal.
Oleh: Dr. Dra. Sri Mulijani, MS (Dosen Departemen Kimia
IPB dan Staf Ahli LPPOM MUI)
0 Komentar